Surat Kecil Untuk TUHAN..
Suara kicau burung di pagi hari, terdengar
menembus langit-langit kamarku. Aku masih terbaring malas untuk bangun.
Akhirnya aku bangun, Ini adalah hari dimana Aku mulai harus sekolah.
Namaku Gitta Sessa Wanda Cantika. Biar gampang
sebut saja namaku Keke. Aku anak ke-tiga dari tiga bersaudara. Aku mempunyai
dua kakak laki-laki,Panggil saja mereka Chika dan Kiki. Chika, kakak tertuaku.
Dia lebih tua 8 tahun dariku. Sekarang dia bekerja di salah satu Free Magazine
di Jakarta. Sedangkan Kiki, kakakku ke-dua sibuk dengan pendidikan. Dia rajin
dan pandai sekali. Terkadang setiap aku mengalami kesusahan dalam pelajaran
sekolah. Dia yang terdepan menjadi guru privatku. Keluarga kami keluarga yang
bahagia, walau Ibu dan Ayah telah bercerai namun hubungan mereka masih terjalin
dengan baik. Aku dan kedua kakakku tinggal bersama Ayah. Ayahku adalah teman
sekaligus pacarku. Lucu ya.. Ayahku
walau sudah berumur tetapi tampangnya boleh dibilang tidak jauh dari Tao Ming Se, bintang F-4 asal
Taiwan itu loh..
Sejak kecil Aku mempunyai hobby menyanyi dan
modeling. Tapi sekarang Aku sibuk dengan sekolah. Dulu, aku beberapa kali
menjadi juara model di beberapakejuaraan dan Aku juga sempat membuat album
cilik. Tapi rasanya itu bagiandari masa kecil yang indah. Walau terkadang Aku
masih merindukan masa masaitu.
Karena beberapa masalah dalam keluarga kami,
khususnya ketika perceraian orang tua. Aku sempat memutuskan untuk berhenti
sekolah. Namun akhirnya Aku rindu juga terhadap dunia pendidikan. Suatu ketika
ayah mendapatkan tawaran pekerjaan di sebuah yayasan pendidikan yang berlokasi
di Jakarta. Sehingga akhirnya setelah berdiskusi aku memutuskan untuk kembali
sekolah. Dan ternyata pilihan ini tidak salah. Sekarang Aku duduk di bangku
kelas 6 SD Al-Kamal. Walaupun aku barumenginjak sekolah ini saat aku masuk
pertengahan semester, namun aku masih bisa peringkat 10 besar di kelasku. Aku
sangat bahagia karenamemiliki beberapa teman sekelas dan kakak kelas yang baik
serta sayang padaku.Sebut saja kak Keisya, kak Juju, kak Yasmin, kak Ayu, kak
Deasy, kak Dewi, kak Rara, kak Dian, kak Putri, kak Devi, kak Dina, dan masih
banyak lagi.
Sekarang aku duduk di bangku kelas 1 SLTP Al –
Kamal.Rasanya menjadi anak remaja adalah bagian terindah dari hidupku saat ini.
Terlepas dari semua itu aku masih berusia 13 tahun. Namun Aku jugamempunyai
hobby jalan-jalan ke Mall.Teman-temanku suka mengeluh jika sedang
berpergiandenganku. Karena aku suka menghilang secara tiba-tiba. Mereka
terkadang sibukmencari Aku kemana-mana, padahal sesungguhnya Aku suka sekali
menujutempat bacaan di setiap Mall. Dari sekedar membaca komik sampai novel
semua Aku suka. Makanya tak heran Aku bisa berjam-jam berdiri sambilmembaca
buku di sebuah kios atau toko buku.
Buatku, pendidikan adalah segalanya. Dan segala
sesuatu yang bisaaku baca untuk menambah pengetahuan otakku, selalu kulahap.
Mulai daribuku pintar sampai kamus bahasa Indonesia. Akusuka sekali komik
keluaran Jepang. Bahkan Aku bercita-cita untuk menjadipenulis komik. Di
sela-sela waktuku, Aku selalu mengambar Manga atautokoh kartun Jepang. Entah
sudah berapa banyak tokoh kartun imanijasikuterlukis di kertas fileku.
Tak lupa kukenalkan beberapa sahabat terbaikku
yang selalu kukenangdan kusayangi. Mereka adalah Fahdha yang berbadan gemuk tetapi
PD. Shifa si hitam manis yang aktif, Maya yang pemalu, Idha yang manis dan
Andini yang jenius, dan Adhinda yang ceriwis dan manja.Kami adalah kelompok
yang selalu bersama, susah atau senang. Duka atautangis. Apapun kami lakukan
bersama. Banyak hal yang nyaris tidak pernahkami lakukan tanpa bersama. Karena
kami adalah kelompok paling ngetopdan menghebohkan di sekolah kami. Tak kalah
dari geng apapun. Karenakami punya motto ”We are populer girls..”
Tak terlupa satu sisi lain yang ingin kukatakan
tentang perjalanan cintaku.
Aku pun
tak bisa terlepas dari jatuh cinta. Cinta yang mungkin orang lainbilang cinta
monyet. Tapi buat Aku, cukup cinta yang indah. Untuk seseorangyang kusayang.
Andi, dia adalah pangeran dalam hidupku. Anugerah Tuhanyang membuat Aku serasa
seperti putri dalam dongeng.
Arti dunia kecil dalam hidupku.Terkadang
ada rasa sedih, benci dan marah. Namun terlepas dari semua itu. Dunia itu
terasa indah. Bukankah setiap orangterlahir untuk memiliki dunianya
masing-masing. Mungkin istanaku terasaindah, namun ada sisi dimana Aku mulai
merasa sedih. Karena Aku jugamanusia biasa.
Mungkin Aku pernah bangga karena terpilih
menjadi siswa terladan
oleh
Pemerintah dan Aku sempat juga mendapatkan pelukan dari IbuMegawati yang ketika
itu menjabat menjadi Presiden. Namun Aku juga harusmenghadapi sebuah kenyataan
orang tuaku bercerai. Bukankah dunia itu cukup adil untuk manusia. Kebahagian
dan kesedihan selalu ada dalam dunia. Awalnya, aku selalu mengeluh kepada Tuhan
dengan keadaan keluarga kami. Tapi akhirnya aku berpikir. Aku tidak layak
mengeluh. Aku harus bisa menjalani semua ini dengan baik-baik saja.
Suatu
ketika aku merasa ada hal lain yang mulai datang pada hidupku. Kakakku Kiki
pulangdengan keadaan sakit mata.Beberapa hari kemudian penyakit itu menghilang.
Namun ketika Aku bangundi pagi hari. Aku mulai merasa mataku terasa perih,
kulihat cermin dilemariku Mataku memerah. Aku tertular penyakit mata dari
Kakak. Rasanya malu sekali untuk makan pagi bersama bila kakakku melihat
wajahku ini.
Aku juga malu untuk bertemu Andi pacarku disekolah.
Untungnya hari ini dia berhalangan hadir. Aku masihsempat mengikuti pelajaran
olahraga bermain Volley. Dan ketika aku bermain volley.Aku terkejut hidungku
mulai mengeluarkan darah segar. Dan Aku pun berlari menuju toilet untuk
membersihkan serta meredahkan mimisan ini.Aku mulai merasa sulit bernafas
karena lubang hidung sebelah kiriku tersumbat. Akhirnya pulang dari Sekolah,
kami langsung menuju dokter. Kata dokter Adi.Dugaan sementara untuk penyakitku
adalah Sinus, dengan minum obat secara teratur dalam lima hari mungkin akan
sembuh. Namun mataku tidak kunjung sembuh, terus memerah dan terasa perih.
Hidungku terus mengeluarkan darah dalam beberapa kali sehari. Ayah mulai
khwatir dan lubang hidung sebelah kiriku terasa mati rasa.
Akhirnya,aku harus menuju rumah sakit untuk
bertemu dengan seorang professor. Prof. Lukman.Setelah bertemu Prof. Lukman,
iamulai melakukan tindakan awal. Bagian dari kepalaku akan dironsen dan ini
adalah pengalaman pertama dalam hidupku menghadapi sebuah alat canggih dari
kedokteran. Aku hanya terduduk terdiam ketika dokter mulai memeriksa mulut dan
mataku melalui senter kecil. Dokter hanya berkata ringan sambil membuat resep
obat bila tidak ada perubahaan saya akan buat surat pengantar ke Prof. Lukman
di Rumah Sakit. Dugaan sementara untuk penyakitku adalah Sinus, dengan minum
obat
secara teratur dalam lima hari mungkin akan sembuh. Namun Mataku tidak
kunjung
memutih dan terus memerah. Mengeluarkan air mata dan terasa perih. Hidungku
terus mengeluarkan darah dalam beberapa kali sehari. Ayah mulai khwatir dan
lubang hidung sebelah kiriku terasa mati rasa.
Sesuai perintah Dr. Adi bila dalam lima hari
tidak ada perkembangan, Aku harus menuju rumah sakit rujukan untuk bertemu
dengan Prof. Lukman. Setelah bertemu Prof. Lukman mulai melakukan tindakan
awal. Bagian dari kepalaku akan dironsen dan ini adalah pengalaman pertama
dalam hidupku menghadapisebuah alat canggih dari kedokteran.
Setelah
hasil ronsen itu keluar dalam bentuk copy scenen, dokter menyatakan bahwa aku
terinfeksi
penyakit Rabdomiosarkoma yang merupakan kanker paling ganas dalam tingkatan kanker.
Kanker ini masuk stadium 3 dan perkembangannya hanya lima hari. Dan ini adalah
kasus pertama dalam dunia kedokteran karena biasanya kanker ini hanya menyerang
anak di bawah usia 3 tahun atau usia lanjut.
Ayah hanya bisa menangis dan Profesor berusaha
membuat Ayah tenang. Setelah kemudian keadaan mulai terkontrol. Profesor mulai menjelaskan
prosedur yang harus dilakukan untuk menyembuhkan Aku serta melenyapkan kanker
ini. Prof. Lukman mengambil copy scenen tengkorak wajahku kemudian mulai
menjelaskan tindakan yang harus dilakukan diantaranya adalah mengangkat kanker
ini melalui operasi. Dan operasi yang harus dilakukan adalah memotong tulang pipi,
kemudian mata, dan setengah dari wajah pasien. Ayah hanya bisa terdiam untuk beberapa saat.
Sedangkan Aku mulai bosan menunggu hasil pembicaraan Ayah dengan Prof. Lukman.
Untungnya ada salah satu suster yang tidak bertugas dan dia bersedia menemani
Aku berbicara. Suster yang sangat ramah itu terlihat baik dan ramah padaku. Dan
saat Aku mulai berbicara dengan suster. Ayah muncul dengan wajah terlihat murung.
Aku tak mengerti apa yang terjadi. Namun saat itu juga Ayah berlutut mengikutin
tinggi badanku. Dia memandangku dengan wajahnya kemudian ia mulai memelukku.
Aku merasa malu saat itu ketika suster mulai tersenyum melihat tingkah ayahku
yang tak biasa. Kemudian kami mulai kembali ke dalam mobil. Tidak ada canda apapun
didalam mobil seperti biasanya. Ayah terlihat berbeda dari biasanya. Setelah
tiba dirumah, Ayah menyuruhku untuk masuk ke kamar dan beristirahat. Kemudian
Ayah juga masuk ke kamarnya untuk beristirahat. Aku hanya berpikir untuk tidur
dan beristirahat agar cepat sembuh. Tidak ada yang bisa Aku lakukan, karena Aku
pun merasa lelah terhadap perjalanan dan aktifitas hari ini.
Ayah merenung di kamarnya sambil menangis,
entah sudah berapa banyak air mata yang ia habiskan. Ia berdoa pada Tuhan untuk
memohon petunjuk terhadap pilihan yang harus ia lakukan padaku. Setelah
merenung sekian lama Ayah membuat keputusan untuk memberitahukan Ibu, mereka jarang
sekali berbicara dan untuk sekali ini akhirnya mereka bicara. Mendengar berita
Aku terkena kanker, ibu panik dan segera menuju rumahku
malam
itu juga. Keluarga kami terlihat berkumpul bersama tanpa Aku ketahui. Mereka
bicara
lengkap dengan kedua kakakku membuat keputusan yang penting untuk masa depanku.
Akhirnya Ayahdan keluarga kami memutuskan untuk mencoba pengobatan altenatif
dan tradisional namun mereka juga mencoba untuk mencari informasi rumah sakit
lain.
Menunggu waktu dimana kanker itu mulai
berkembang, terjadi perubahan besar dalam wajahku. Aku mulai kehilangan rasa
peka dan penciuman, wajahku semakin tak beraturan. Kanker itu mulai membesar seukuran
bola tenis. Dan mata sebelah kiriku mulai tak bisa melihat. Kulit tipis yang
berada di garis mataku mulai tertarik. Aku tak mengerti apa yang terjadi, namun
Aku berusaha untuk tegar. Sahabatku di sekolah berusaha menerima keadaanku
tanpa pernah mengeluh, mereka selalu ada disisiku. Itulah yang membuat Aku
menjadi kuat dalam menjalankan aktifitasku. Aku bersekolah seperti biasa. Dan
tanpa malu Aku masih bisa bercanda dengan sahabatku. Walau Aku hanya ada di
kelas setiap jam istirahat. Hal yang membuatku sedikit takut adalah ketika
menghadapi Andi,
kekasihku
.Aku mencoba menghindar darinya. Mungkin dia tahu apa yang terjadi padaku, namun
karena Aku tidak sanggup untuk bertemu dengannya, dia memaklumi. Dan akhirnya
kami tidak bertemu untuk beberapa saat. Walau terkadang dia sering menatapku
secara sembunyi.
Karena bosan dikelas. Aku pun memutuskan untuk
pergi ke kantin. Ayah mengingatkan Aku untuk tidak makan secara sembarangan.
Makanan telah disiapkan sejak dari rumah. Namun Aku tidak sanggup untuk hanya menikmati
sebuah hidangan bubur tanpa sedikitpun rasa. Asisten ayah yang menjagaku selalu
mengawasi setiap gerakku. Aku mengerti apa yang Ayah lakukan untuk kebaikanku.
suatu
ketika seorang anak kecil melihat wajahku dan berkata pada ibunya, ”Ibu wajah kakak
itu kenapa, kok seram sekali ya!?”Aku
hanya terdiam dan mulai sadar .Aku merasa sedih dan hatiku terasa bagaikan
teriris sebuah pisau tajam. Namun Aku berusaha tegar. Aku berlari menuju
toilet. Disana Aku menangis dan Aku mengurung diriku. Aku sedih dengan apa yang
terjadi! Aku sungguh merasa malu dengan semua ini. Setelah merasa tenang, kudekati
sang Ibu lalu Aku mulai berusaha berbicara. Namun ibu itu bertanya kepadaku
apakah aku terserang tumor. Kata-kata itu mulai menghiasi hatiku, dan Aku mulai
mengingat akan penyakit ini, penyakit yang pernah diberikan dalam pelajaran
biologi. Aku terserang tumor. Dan itu benar, Aku terserang tumor. Tumor adalah
penyakit pembengkakkan pada wajah dan aku adalah salah satu dari orang yang terjangkit
penyakit tersebut.
Hampir semua informasi keberadaan orang pintar
atau pengobatan tradisional kutemui. Namun entah apa yang terjadi ketika Aku
sampai ditempat itu, mereka hanya menyuruhku duduk kemudian kembali ke mobil
dan kami pulang tanpa hasil. Seluruh pulau Jawa, Sumatra dan Bali telah kami
lalui hanya untuk mencari pengobatan yang terbaik. Tidak ada hasil apapun dan
wajahku mulai tak beraturan. Aku nyaris tidak bisa melihat secara normal.
Bernafas pun Aku terasa sesak. Tidurpun tidak terasa nyaman. Rasa sakit yang menusuk
dan emosi seolah meledak-ledak mengutuk semua ini.
Dua bulan berlalu sejak pencarian pengobatan
tradisional yang kulalui. Tiba akhirnya di pencarian terakhir yang bisa kami
lakukan. Sebuah informasi seorang Haji yang dapat melenyapkan segala penyakit
kami datangin. Letaknya di sebuah Pesantren di Sukabumi. Pak Haji itu memandangku
secara tersentak kaget lalu berkata, ”Astaga Pak, anak Bapak ini bukan kena
tumor, tapi kanker. Saya tidak bisa kalau sudah sampai kanker. Harusnya Bapak
bawa ke ahlinya..!” teriak Pak Haji itu.
Air mataku mengalir dan rasa sedih mendalam
merasuki seluruh ragaku. Selama ini Aku bukanlah terserang tumor. Namun Kanker.
Hal yang kutahu akan penyakit ini! Penyakit mematikan! Penyakit menakutkan! Banyak
hal yang kutahu akan penyakit ini namun tak pernah kuduga Aku pun harus
mengalami duka ini. Aku menangis terisak menutupi wajahku dengan jaket tanpa berkata
apapun. Ayah pun seolah mengerti dan dia hanya diam sepanjang
perjalanan.
Setiba dirumah Aku mengurung diriku, bahkan
tidak ada seorangpun yang boleh mengangguku. Aku menangis, marah, kecewa dan
benci terhadap semua ini, rasanya Aku ingin mati. Aku ingin tidak ada didunia
ini lagi. Tidak ada satu orang pun yang bisa membujukku untuk keluar dari kamarku.
Melihat keadaanku yang tidak stabil dan tidak ingin makan obat atau pun yang
bisa membuat Aku bertambah buruk. Ayah mengundang satu orang yang tak kuduga,
bahkan nyaris terlupa olehku.Andi. Ia memberi semangat padaku. Kata-kata Andi
meluluhkan hatiku. Aku tidak lagi menangis. Aku sadar hanya melakukan satu
kebodohan yang membuat orang disekitarku merasa cemas. Tidak!! Aku harus kuat
dan Aku harus bisa berjuang. Mereka semua menungguhku untuk kembali sehat. Aku
adalah Keke yang kuat dan selalu berjuang dalam keadaan apapun. Sejak hari itu
Aku mulai kembali menjadi diriku. Tidak ada lagi air mata yang harus kusimpan.
Namun ku tanam untuk hari kebahagiaan.
Suatu hari, kabar Profesor yang sudah
berpengalaman 20 tahun menghadapi kanker terdengar oleh Ayah. Dan Ayah pun
berhasil menemukan Profesor yang bernama Prof.
Mukhlis.
Menyadari keadaanku yang tidak membaik.
Akhirnya Ayah benar-benar membawaku padanya. Pak Mukhlis terlihat baik dan
ramah. Beliau meminta izin padaku untuk mengambil fotoku, dan Aku tidak
keberatan untuk itu. Setelah itu proses ulang dan melakukan pemeriksaan .
Pak Hata hanya terdiam sejenak dan kemudian
mulai menyarankan Kemotrapi.
Kemotrapi
sejenis pemberian obat obat tertentu yang bisa membunuh pertumbuhan kanker. Dan
ini adalah obat keras. Tahapnya sekitar
6 kali. Dan kemotrapi itu dilakukan dengan suntikan pada lengan tanganku. Ketika
jarum itu menyentuh tubuhku. Aku tertidur dan dalam mimpiku Aku bertemu dengan
seorang Malaikat yang bermain denganku. Malaikat itu
sungguh
hangat dan membuatku nyaman. Kami bermain disebuah taman dan dia memberikan Aku
sebuah bunga melati yang cantik. Dan setelah itu ia menghilang dan Aku
terbangun. Kemotrapi pertama itu telah selesai dilakukan. Reaksi kemotrapi itu
membuat sehelai rambutku mulai berguguran. Dan hingga akhirnya nyaris diseluruh
tubuhku tidak terdapat bulu halus. Selain
itu, Aku juga merasakan rasa dingin yang luar biasa ketika obat
itu
mulai bereaksi. Aku menjalani enam kali
kemotrapi dan hasilnya sungguh sulit
dipercaya.
Bagian dari wajahku yang terserang kanker mulai mengecil. Dan setelah itu
wajahku kembali menjadi normal. Aku bersuka cita atas apa yang terjadi. Dengan pemeriksaan labotarium, kepastian akan
penyakit itu lenyap sudah dapat dipastikan. Aku sungguh dinyatakan telah sembuh
dan bebas dari kanker. Suka cita besar keluarga, sahabat dan saudaraku berbondong-bondong
hadir dan mengucapkan selamat atas kesembuhanku. Lalu ayah mengadakan syukuran
di rumahku.
Aku mulai kembali sekolah, mulai kembali untuk
belajar. Mulai kembali untuk berkumpul bersama teman-temanku. Mulai kembali
bersama bagian masa laluku yang telah hilang. Hal pertama yang kulakukan ketika
Aku kembali ke bangku sekolahku. Kuletakkan tanganku dan kusentuh dengan jariku.
Rasa meja coklat ini nyaris telah kulupakan. Setelah 4 bulan berlalu, Kepalaku sering merasakan
sakit sebelah kanan. Aku tidak berpikir itu adalah hal yang serius, dan hanya
kudiamkan untuk sesaat dan berharap agar lekas sembuh. Namun hari demi hari
sakit itu semakin menjadi parah. Mata sebelah kananku terasa sakit. Bahkan
untuk melihatpun Aku mulai merasakan sakit. Aku mulai mengeluh pada ayah. Dan
ayah mulai waspada, beliau takut sesuatu kembali terjadi padaku. Tanpa pikir
panjang, Ayah segera membawaku ke Pak Mukhlis. Beliau mulai melakukan
pemeriksaan melalui tahap yang sama. Ternyata, hasil scan menyatakan bahwa aku
terserang penyakit kanker untuk yang kedua kalinya. Kanker itu tumbuh lagi dan
berpindah ke bagian mata
Keke
sebelah kanan. Hasil ronsen dari Prof. Hata telah menemukan segumpal sel kanker
berukuran
kuku jari. Dan hal yang pertama harus aku lakukan adalah melakukan proses yang sama
ketika dahulu, namun ada satu masalah dalam proses laser. Pihak rumah sakit
menolak untuk memberikan sinar laser karena aku baru saja melakukan kurang
lebih dari 5 bulan lalu, mereka takut terjadi sesuatu dalam tubuhku. Karena
sesuai prosedur dan mengingat usiaku. Harus dilakukan setelah 6 bulan kedepan. Tapi
Ayah tidak ingin mengulur waktu selama itu. Kanker ini akan bisa merusak bagian
mataku dan akhirnya Aku menjadi buta. Dengan berbagai perjuangan untuk
menyakinkan pihak rumah sakit.
Sesaat sebelum Aku mulai melakukan proses
kemotrapi yang bisa berlangsung lebih dari 6 kali untuk membunuh sel kanker
itu. Aku kedatangan seseorang nan jauh di kampung sana. Kakek dan Nenek. Sudah lama
sejak lebaran tahun lalu kami tidak bertemu. Ayah merahasiakan kanker pertamaku
dari mereka namun untuk kedua kalinya Ayah akhirnya bicara. Kakek dan Nenek
masuk ke dalam ruanganku dan Nenek nyaris tidak percaya
dengan
apa yang terjadi padaku.
Ketika jarum itu mulai menusuk bagian lengan
kananku. Walah Aku dalam keadaan terbius. Namun bisa kurasakan dengan keras
dingin yang luar biasa dan membuat tubuhku berguncang menahan rasa itu. Tanganku
bergemetar. Tubuhku bergerak tak kuasa menahan rasa dingin itu. Rasa dingin itu
terbawa hingga Aku tersadar kemudian. Hal pertama yang Aku lakukan ketika Aku
tersadar adalah mengatakan rasa dingin itu. Aku seperti berada di dalam daerah
kutub utara.
Ketika kemotrapi keempat mulai terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan. Walau
kanker
itu mulai mengecil. Namun tubuhku mulai menolak. Tidak ada tempat untuk jarum
itu. Pak Hata mulai mewaspadai keadaan tersebut. Tubuhku mulai berontak
terhadap zat-zat kimia yang disatukan dalam jarum suntik itu. Bila terus
dipaksakan. Kanker itu akan menjadi kebal. Tidak ada pilihan lain. bila sisa
dari kemotrapi itu tidak dilakukan. Kanker itu malah akan kembali membesar.
Akhirnya, Prof Mukhlis memasukkan
seluruh obat kimia tersebuh melalui sebuah selang kecil. Kemudian selang kecil
itu dimasukan kedalam tubuhku melalui lubang hidungku. Dan cairan itu dimasukan
langsung kedalam jantung dan paru paruku. Aku menahan rasa sakit luar biasa .
Aku bertahan hingga selang itu dikeluarkan dalam tubuhku. Namun, setelah 6 kali
proses, ternyata Kanker itu tetap ada dalam tubuhku. Kanker itu
mulai
anti terhadap zat kimia. Kanker itu memang mengecil. Namun kanker itu akan
kembali membesar. Dan hal yang harus di lakukan selanjutnya adalah melakukan
proses laser. Proses laser itu juga tidak sebentar. Nyaris di lakukan lebih
dari 15 kali banyaknya. Namun tetap saja tidak berhasil. Kanker itu tetap ada.
Dan Prof Mukhlis mulai putus asa untuk kanker itu. Dengan wajah sedih beliau
mengaku menyerah.
Dalam keadaanku yang seperti ini rasanya Aku tidak layak untuk mendapatkan cinta.
Sobat,
cinta yang kumiliki harus kurelakan untuk kebaikan bersama. Aku sungguh egois
bila terus mempertahankan cintaku. Sedih
rasanya bila Aku harus persimis untuk sembuh. Sedangkan di saat itu Andi selalu
berharap aku untuk lekas sembuh dan menunggu hingga
batas
waktu yang tak pernah ada kepastian. Hingga suatu keputusan kuambil untuk
kebaikan bersama. Aku mengakhiri cinta pertamaku dengan Andi. Kuundang dia
untuk datang ke rumahku. Entah apa yang harus Aku katakan padanya. Namun andi
telah bersamaku dalam suka dan duka. Dia bahkan selalu ada ketika Aku mulai menjalani
pengobatan. Dia yang memberikan Aku semangat untuk terus hidup dalam optimis
dan bahagia. Sulit untuk mengatakan hal ini padanya. Namun dengan kebesaran
hati Aku berkata padanya.. Setelah itu, Aku meminta istirahat. Andi keluar dari
kamarku. Disaat itu air mataku tertumpah. Aku sungguh tak berdaya terhadap apa
yang terjadi. Aku mengambil satu keputusan berat dalam hidupku. Namun itu
kulakukan karena Aku tidak ingin diantara kami akan merasakan satu kehilangan
besar nantinya.
Menjelang keberangkatan ke Siangapore. Ayah
telah meminta izin kepada pihak sekolah agar Aku bisa cuti selama enam bulan
lamanya. Pihak sekolah dengan baik memberikan kesempatan dan menunggu Aku
kembali. Teman temanku juga mendapatkan berita ini. Mereka mendekat padaku
untuk mendukung langkah apapun yang terbaik untukku.
Setelah sampai, Ayah mulai mengenalkanku dengan
dokter spesialis kanker yang paling terkenal di Singapore. Setelah melakukan
pemeriksaan, dokter itu menyarankan operasi. Namun operasi itu mengharuskan Aku
untuk kehilangan sebagian dari ruas wajah kananku. Mata dan sebagia pelipis
pipi dan hidungku. Ayah menyadari itu keputusan yang tidak perlu ia lakukan.
Karena operasi ini sama saja dengan hal yang harus di lakukan di Jakarta. Akhirnya
Ayah memutuskan untuk membawaku kembali ke Jakarta. Sebelum Aku kembali dari
Jakarta, Ayah telah memberitahu teman temanku di Jakarta, mereka dengan
antusias datang menyambutku di bandara. Sungguh hatiku sangat bergembira. Banyak hal yang telah menanti untuk
diceritakan.
Aku ingin kembali bersekolah walau dalam
keadaan sakit seperti ini, pada awalnya Ayah sempat tidak mengizinkan karena
kondisi fisikku sangat lemah, namun setelah Aku jelaskan bahwa Aku akan tetap
baik-baik saja. Ayahpun luluh namun dengan pengawasan asister pribadi Ayah ,
Pak Erwin. Aku bisa bersekolah secara normal. Terkadang Aku merasa tidak kuat
untuk memandang dan menulis. Namun Aku tidak akan pernah melewatkan satu detik
pun pendidikan yang bisa Aku dapatkan selama Aku masih bisa. Aku ingin terus
bisa mendapatkan apa yang Aku bisa selama Aku bisa hidup. Semua sahabatku dikelas tidak pernah merasa
terganggu oleh keadaanku. Mereka sungguh luar biasa. Setiap jam istirahat
mereka selalu ada disampingku. Memberikan Aku semangat dan cerita cerita lucu.
Itulah
mengapa
Aku menyukai sekolah.
Sebentar lagi akan datang bulan suci Ramadhan.
Semua telah mempersiapkan bulan tersebut dengan baik termasuk Aku. Ketika libur
awal puasa, aku ingin pergi ke Bandung.
Pada
awalnya Ayah sempat meragukan, terlebih Ayah tahu Aku ngotot untuk ikut
berpuasa. Ia takut kondisi Aku akan menjadi lebih buruk. Namun setelah
melakukan negoisasi akhirnya Aku mendapatkan izin dengan syarat ketika Aku
tidak kuat untuk berpuasa, maka Aku harus batal. Dan Aku setuju. Setidaknya Aku
akan berusaha untuk bertahan sebisa mungkin Aku bisa. Teman-temanku juga mulai
mempersiapkan perjalanan ke Bandung. Mungkin ini untuk kesekian kali kami ke
Bandung. Namun 3 tahun terakhir Aku tidak pernah ke Bandung. Tiba harinya kami berkumpul untuk berangkat ke
Bandung. Semua sahabatku berkumpul dirumahku, mereka memutuskan untuk menginap
di rumah ku sambil berbuka dan sahur bersama. Tentunya genk kami lengkap. Semua
sudah siap menikmati perjalanan ke Bandung.
dengan
melewati alam gunung yang indah dan udara yang sejuk. Aku hanya terdiam
memperhatikan keindahan alam luar biasa pada tanah airku. Puji syukur
kupanjatkan pada Tuhan.
Perjalanan indah telah berakhir, kami kelelahan
setelah sepanjang perjalanan. Tak henti hentinya senyuman kebahagian dan
kebersamaan selalu ada di wajah kami dan setidaknya senyum itu terasa hangat
dan menyentuk hatiku. Dan setidaknya Aku bersyukur untuk tetap ada disini
sampai Aku bisa menghitung detik-detik. Aku mulai harus melangkah meninggalkan
kota kenangan ini. andai Aku bisa kembali.. Aku ingin kembali Tuhan.. Sungguh Aku
ingin kembali...
Hujan rintik terdengar ringan di telingaku, Aku
terbangun. Baru saja Aku melewati hari Idul Fitri. Acara penuh dengan hikmah.
Aku senang karena bisa melewatin puasa tahun ini dengan baik. Walau sedikit
bolong. Setidaknya Aku telah berusaha melakukan yang terbaik. Walau kondisiku
telah memburuk. Aku mulai merasakan kesakitan yang tidak bisa kujelaskan. Nafasku
terasa berat. Setiap tarikan nafas yang mengambil udara dari paruparuku telah
menusuk dan membuat Aku harus menahan dengan sekuat tenaga. Mungkin sebagian
dari organ tubuhku telah rusak, dan dari apa yang Aku ketahui. Kanker itu telah
bersarang di bagian paru-paru dan otakku. Ya Tuhan, Aku tidak berharap untuk
berpikir hal tersebut dapat mengakhiri hidupku, Aku hanya mencoba hidup bersama
kanker tersebut dengan kuat. Dan Aku berharap setidaknya Aku bisa hidup secara
normal walau dari hari ke hari Aku mulai melemah dan tidak sehat.
Aku mengambil sebuah catatan yang kupinjam dari
sahabat kelasku, sebentar lagi ujian tengah semester akan bergulir. Aku harus
belajar agar bisa ikut dalam ujian tersebut. Tanganku memang masih kuat untuk
menulis namun tidak kuat untuk waktu yang lama. Satu-satunya jalan yang Aku
ambil adalah meminjam catatan dari sahabatku kemudian meng-fotocopy salinan tersebut
untuk kubawa ke rumah. Dalam kondisi seperti ini Aku tidak ingin melewatkan
waktu sekolah sedikitpun. Walau terkadang Aku terganggu dengan keadaan namun
Aku berusaha untuk terus bertahan. Dan bila Aku sudah tidak sanggup. Aku izin
untuk pulang beristirahat.Karena sering absen sakit. Beberapa mata pelajaran
telah tertinggal. Sehingga Aku harus extra dalam memperhatikan setiap bab demi
bab pelajaran yang kutinggalkan. Untungnya Aku memiliki sahabat yang selalu ada
untukku, mereka selalu datang padaku. Mereka selalu mengajarkan Aku beberapa
hal yang tak kupahami. Dan Aku telah siap untuk menuju bangku ujian dengan tekad
Aku bisa mendapatkan dan meraih yang terbaik.
Dua hari menjelang ujian. Tubuhku mulai lemas.
Sepertinya kanker itu mulai berkembang dan ingin membuat Aku terdiam di
kamarku. Namun Aku mencoba melawan semuanya dengan kuat. Tetes demi tetes darah
yang mengalir dari hidungku terus kutahan dan rasa perih di setiap detik
tarikan nafasku terus kuhadapin tanpa mengeluh.
Hari ujian berjalan di mulai hari ini. Aku
mendapatkan kursi diantara barisan terdepan. Melihat kondisiku yang tidak
kunjung membaik. Ayah sempat melarangku untuk ikut. Namun kupastikan sekali
lagi Aku masih kuat untuk ikut dalam ujian. Kondisi
lambung
Ayah memburuk ketika itu. Sehingga ia tidak bisa mengantarkan Aku dalam ujian,
sebagai gantinya asisten Ayah yang menemani Aku dalam menghadapin ujian.
Mungkin Aku satu satunya murid yang didampingin oleh asistenku ketika
menghadapi ujian. Menjelang bel ujian pertama Ayah menelepon Aku untuk
memberikan dukungan. Karena kondisi fisik Ayah yang jatuh dan lambungnya yang
tidak sehat sehingga ia harus melakukan cek kesehatan di rumah sakit.
Ujian pertama berjalan dengan baik dan tidak
ada masalah dengan keadaanku. Namun ketika menuju ujian kedua keadaanku mulai
menurun. Bahkan Aku tidak sanggup mengoreskan pensil untuk menghitamin lubang jawaban
di kertas. Aku memperhatikan sekelilingku semua sedang sibuk dengan ujian. Dan
Aku terdiam sejenak. Beristirahat menahan rasa sakit kepalaku, hingga tak
kusadari tetesan darah mulai mengalir dari hidungku. Aku berusaha menahannya
dengan tisue. Namun tetesan darah itu terlalu banyak sehingga asisten Ayah yang
melihat keadaanku. Langsung berlari menujuku dan membawaku ke toilet sehingga
membuat semua orang terlihat kaget. Hari ini tidak seperti hari sebelumnya.
Darah itu terus mengalir. Mungkin terjadi tekanan kuat dalam otakkku sehingga
darah yang keluar sebagai impitasi dari tekanan tersebut.Setelah darah itu
terhenti sekitar 15 menit .Aku meminta Pak Erwin untuk mengantarkan Aku kembali
ke ruangan. Bahkan Aku sudah tidak sanggup untuk berjalan. Pak Erwin
merangkulku hingga menuju kursi dimana telah kutinggalkan. Setelah ujian tersebut
selesai. Semua sahabat yang mendengarkan kejadian tadi berlari menujuku. Mereka
sedih dan menangis disampingku. Mereka berharap Aku tidak apa-apa. Aku hanya
bisa tersenyum kepada sahabatku..
Hari demi hari berlalu, Aku mulai selalu lelah
dan tak kuat untuk berjalan. Hingga suatu malam darah yang keluar dari hidungku
tak tertahankan. Tubuhku terasa dingin dan meronta ronta kesakitan. Kepalaku
seperti tertekan oleh sebuah 70 penjepit jemuran beribu-ribu rasanya. Aku mulai
panik dan sesak nafas. Ayah terlihat histeris melihat keadaanku. Seluruh
keluargaku mulai terlihat panik disampingku. Selepas keadaan menjadi tenang.
Dan Aku mulai terkendali, rasa sakit itu mulai meredah.. Ayah mengambil
keputusan membawaku ke rumah sakit terdeket. RS Ciptomangunkusumo. Nafasku
sulit untuk terkendali. Setelah sampai, kami memasuki rumah sakit. Ayah mengendong
tubuhku yang mulai lemas. Dokter membuat keputusan Aku harus dirawat di rumah
sakit. Ayah menuruti perintah tersebut. Dan beberapa pemeriksaan dilakukan
dalam tubuhku. Dan Aku hanya bisa memandangin setiap detik detik dimana suster
menyiapkan sebuah alat yang dipasangkan dalam tubuhku. Aku mengeluh sakit
kepalaku. Dan bila itu terjadi dokter memberikan Aku suntikan peredah rasa
sakit dan semua mulai membaik dan Aku hanya tertidur. Sudah satu minggu lamanya
Aku menginap dirumah sakit dan semua berjalan dengan cepat. Ada satu proses
dimana Aku tidak mengerti telah terjadi dalam kepalaku. Mungkin satu hal itu
hanya bisa dijelaskan oleh Ayah.
Namun
setelah proses yang bernama operasi tersebut. Rasa sakit tekanan pada kepalaku
mulai merendah tidak seperti pertama ketika Aku datang. Ketika saat keadaan Aku
mengeluh sakit kepala. Ayah berkonsultasi dengan dokter. Dan dari hasil
pemeriksaan tersebut telah terjadi pembesaran kanker pada otak sebelah kananku
sehingga harus dilakukan sebuah operasi kecil untuk menghambat tekanan sehingga
tidak terjadi sakit kepala yang kurasakan setiap saat. Dan operasi tersebut
boleh dikatakan sebagai pembedahan diluar penyakit kankerku. Bertujuan hanya
untuk mengurangi rasa sakit kepalaku namun tidak menghapus kanker itu dari
kepalaku
Suatu
hari, ada sebuah berita besar yang membuat Aku sedikit tidak percaya. Ketika
kepala sekolahku memanggil Ayah untuk ke sekolah karena ingin memberitahukan
sebuah prestasiku di sekolah. Ayah sempat meminta izin padaku untuk bertemu
dengan kepala sekolah namun ia merahasiakan isi dari pertemuan tersebut karena
Ayah sendiri tidak terlalu yakin dengan apa yang terjadi. Setelah berbincang
beberapa menit, Ayah hanya terdiam kemudian terharu menangis. Ia seolah tidak
percaya dengan apa yang ia lihat. Semua nilai ujian yang Aku selesaikan mendapatkan
nilai A. Dan tangisan itu seolah bahagia karena Aku membuktikan Aku masih
sanggup dalam ujian walaupun kondisiku memburuk. Berita baik itu akhirnya
sampai pada telingaku. Aku mengucap syukur kepada Tuhan setidaknya usahaku
untuk terus belajar dan menjadi yang terbaik dapat terkabulkan. Aku hanya
tersenyum dan berharap ini adalah nyata. Dan Aku tidak sedang bermimpi. Semua
ini terjadi dengan nyata. kuperhatikan setiap nilai yang kudapat, rasa haru dan
bahagia menghiasi setiap ruang hatiku. Ucapan selamat berdatangan dari semua
orang yang kusayangin. Dan salah satu orang yang mengucapkan kata-kata selamat
itu adalah Ibu.
Hari demi hari, detik demi detik yang berlalu.
Membuatku Aku berpikir akan suatu saat kelak. Bila Aku sungguh tidak ada dan
bergerak. Apa yang akan terjadi dengan dunia. Mungkin terkadang Aku takut untuk
melihat hal tersebut. Namun Aku telah siap. Mungkin waktuku telah mulai
berhitung untuk mundur. Setiap kenangan yang ada dihatiku mulai muncul entah
itu masa masa ketika Aku kecil, hingga masa masa dimana Aku pernah bahagia
muncul
dalam mimpiku.
Pada hari itu, keadaan tidak seperti biasanya.
Dokter mulai bergegas memasukin ruanganku dengan beberapa perlengkapan
kedokteran. Aku mulai tak dapat bernafas dengan baik. Suaraku bahkan tak
terdengar dengan baik. Tekanan kepalaku tidak seperti biasanya. Mungkin kanker
itu telah menutupi kesadaranku secara perlahan. Aku melihat dengan sayup dan
tak jelas Ayah terus memanggil namaku diikutin oleh tangis orang orang
disekitarku.
Kanker dalam tubuhku menyebar keseluruh organ tubuhku. Mulai dari kepalaku yang
terus tertekan, hidungku yang mulai kehilangan kepekaan. Paru-paruku yang terus
mengeras dan terasa sulit bernafas. Aku pun mulai tak kuat untuk melihat.
Kanker itu merusak pemandangan yang bisa Aku lihat dari mataku.
Dan dokter menyuntikan sesuatu dalam tubuhku
hingga nyaris membuatku meronta-ronta kesakitan namun Aku tidak dapat beteriak.
Aku hanya menangis. Suaraku menghilang. Dan kupadangi Ayah dengan mataku. Ingin
Aku berkata. Rasa sakit suntikan tersebut.. Namun akhirnya obat tersebut
bereaksi dan mataku memejam dan Aku mulai terbawa dalam suatu mimpi yang pernah
terjadi dalam hidupku.
Dokter mengatakan kepada Ayah. Mungkin hidupku
akan berakhir dalam beberapa hari lagi. Namun Ayah terus memohon dokter menyelamatkan
Aku. Hingga dokter berpikir satu hal menghubungin sebuah rumah sakit di
Amerika. Terdengar kabar rumah sakit itu pernah menanganinkasus yang sama
denganku. Berapapun biaya yang akan dikeluarkan Ayah tidak peduli dan ia ingin
Aku terus bertahan. Namun usaha terakhir Ayah untuk berharap pada rumah sakit
di Amerika tersebut sia-sia. Kanker di tubuhku telah ada pada tahap akhir dalam
hidupku. Mereka tidak ingin mengambil resiko dengan kondisiku yang sudah penuh
dengan penyebaran kanker. Ayah hanya menangis dan frustasi dengan keadaan
tersebut. Dia mulai mempersiapkan segalanya. Termasuk apapun permintaan
terakhir yang hendak Aku katakan. Namun Aku tidak pernah terbangun sejak
pemberian obat tersebut.
Di dalam mimpi, Aku berjalan dalam suatu tempat
dimana yang Aku selalu ingat.
Tempat
dimana Aku selalu merasa bahagia. Sebuah kota penuh dengan arsitektur khas
dengan sebuah menara tinggi menghiasi kota tersebut menara Effiel. Aku berada
di sebuah negara Eropa bernama Prancis tepatnya di Paris. Entah mengapa Aku
berada di sini. Namun tempat ini pernah Aku lalui sebelumnya. Entah apa yang
Aku lakukan di kota Paris. Namun hal ini pernah terjadi dalam hidupku. Aku
memperhatikan sebuah rumah yang indah. Rumah yang bercirikhas Prancis. Rumah
tersebut dihiasin dengan bunga melati di pagarnya. Dan berwarna putih dan
bersih. Aku sempat berpikir rumah siapa yang indah dan berdiri ditengah tengah
kota. Kupandangi setiap ruas rumah tersebut. Ingin rasanya Aku masuk ke dalam
rumah tersebut. Namun pintu pagar yang tingginya mencapai 10 meter
menghalanginku untuk masuk, dan Aku hanya berdiri memperhatikan rumah tersebut
dari luar.
Setelah beberapa saat seseorang keluar dari
rumah tersebut. Orang
tersebut
juga tidak asing untukku. Wanita itu berpakaian serba putih dengan sekeranjang
bunga melati yang ia petik dari tamannya. Dia tersenyum kepadaku. Dan Aku
membalas senyum itu dengan penuh semangat. Dan dia mulai mendekatiku dan
membuka pintu pagar rumahnya.
Dan dengan lembutnya orang tersebut menyerahkan
keranjang berisi
melati
padaku. Bunga tersebut masih terlihat segar dan Aku mulai mengambil
dari
keranjang yang ia bawa.
Malaikat itu hanya tersenyum dan menyuruhku kembali lalu ia mengantarkanku hingga
ke gerbang istananya. Aku berlari menuju rumahku dan terus berlari hingga
untaian melati yang kupegang erat terjatuh satu persatu. Aku melihat satu titik
cahaya dimana Aku merasa cahaya itu semakin dekat ketika Aku berlari. Dan Aku
pun mengikutin cahaya itu hingga akhirnya Aku terbangun dari mimpiku.
Tiga hari lamanya Aku mengalami koma tanpa
pernah bangun. Dan ketika Aku terbangun dalam mimpiku. Perlahan kubukakan
mataku. Seluruh keluargaku ada disampingku. Ayah. Ibu. Kedua kakakku. Dan
pamanku serta teman-temanku telah ada disampingku. Aku senang mereka tidak
marah padaku karena Aku pergi tanpa pamitan. Aku ingin mengatakan beberapa hal namun suaraku mulai hilang
dari mulutku. Aku kesulitan untuk berkata-kata. Aku hanya menangis ketika
melihat mereka ada disampingku. Ayah mencoba mendekatkan telinganya padaku
namun sia-sia. Tidak ada suara yang bisa kusampaikan. Dan pamanku mendapatkan
ide untuk mengambil sebuah kertas dan pena. Kemudian membiarkan Aku menulis. Dan
mungkin banyak hal yang ingin Aku tulis namun tanganku mulai tak kuat bergerak.
Aku hanya ingin melihat keluargaku bahagia dan rukun. Aku ingin ketika Aku
pergi keluarganya bisa ikhlas dan menerima semua ini. 15 tahun lamanya Keke
hidup dalam sebuah kebahagian dalam dunia ini. walau sebuah tulisan yang mampun
kasampaikan hanya.. ”Rukun.. Dan bahagialah ketika Keke pergi..!”
Namun tulisan tersebut setidaknya menjadi
harapan terakhirku. Ibu maafkan Aku bila selama ini banyak salah terhadap di
kau. Ayah terima kasih telah merawat Keke tanpa pernah menyerah. Kedua kakakku
yang selalu ada ketika Aku butuhkan. Dan untuk sahabat.. Kenangan ketika Aku
bersama kalian tidak akan pernah sirna dalam hidupku. Walau mungkin Aku tidak mempunyai
nafas untuk menghirup dunia. Namun Aku mempunyai nafas
untuk
mengingat kalian selamanya. Setelah apa yang ingin kusampaikan telah tercapai.
Seluruh keluargaku mulai mengikhlaskan Aku untuk pergi. Air mata menjadi tanda
terakhir ketika Aku mulai kembali mengantuk. Aku merasa lelah. Aku ingin memejamkan
mataku kembali. Namun Aku melupakan satu hal yang kubawa dari malaikat yang
memberikan Aku hadiah untuk orang yang kusayangi. Bunga melati yang kubawa.
Tertinggal. Kakak yang cantik berada disana menungguku, bolehkan Aku memintaku
untuk memberikan harum bunga Melati kepada setiap orang yang kutinggalkan.
Biarkan harum tersebut menghapus duka dalam hati mereka. biarkan harum tersebut
membawaku padamu. Karena Aku telah siap untuk bersamamu di istanamu. Dan
biarkan harum tersebut mengakhiri duka sedih
ini
menjadi kebahagian. Biarkan harum tersebut menjadi pertanda Aku telah
pergi
dari dunia ini.. bolehkah!!.
Dan sebuah wangi melati muncul disaksikan oleh
beberapa orang yang
berada
di detik detik terakhir nafas Keke. Wangi tersebut terjadi sekitar lima
menit
lamanya. Mengakhiri perjuangan dan ketegaran seorang Keke di dunia
ini.
Membuat kita berkaca akan sebuah kehidupan tidak ada yang abadi dan
hanya
sementara. Namun kehidupan yan ditinggalkan Keke mengajarkan kita
akan
suatu ketabahan dan kekuatan bahwa hidup akan selalu ada untuk setiap
orang
dan selalu akan ada akhir.
Tamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar