Pages

Senin, 19 Oktober 2015

Surat Kecil Untuk TUHAN..

Surat Kecil Untuk TUHAN..
Suara kicau burung di pagi hari, terdengar menembus langit-langit kamarku. Aku masih terbaring malas untuk bangun. Akhirnya aku bangun, Ini adalah hari dimana Aku mulai harus sekolah.
Namaku Gitta Sessa Wanda Cantika.  Biar gampang sebut saja namaku Keke. Aku anak ke-tiga dari tiga bersaudara. Aku mempunyai dua kakak laki-laki,Panggil saja mereka Chika dan Kiki. Chika, kakak tertuaku. Dia lebih tua 8 tahun dariku. Sekarang dia bekerja di salah satu Free Magazine di Jakarta. Sedangkan Kiki, kakakku ke-dua sibuk dengan pendidikan. Dia rajin dan pandai sekali. Terkadang setiap aku mengalami kesusahan dalam pelajaran sekolah. Dia yang terdepan menjadi guru privatku. Keluarga kami keluarga yang bahagia, walau Ibu dan Ayah telah bercerai namun hubungan mereka masih terjalin dengan baik. Aku dan kedua kakakku tinggal bersama Ayah. Ayahku adalah teman sekaligus pacarku. Lucu ya..  Ayahku walau sudah berumur tetapi tampangnya boleh dibilang tidak  jauh dari Tao Ming Se, bintang F-4 asal Taiwan itu loh..
Sejak kecil Aku mempunyai hobby menyanyi dan modeling. Tapi sekarang Aku sibuk dengan sekolah. Dulu, aku beberapa kali menjadi juara model di beberapakejuaraan dan Aku juga sempat membuat album cilik. Tapi rasanya itu bagiandari masa kecil yang indah. Walau terkadang Aku masih merindukan masa masaitu.
Karena beberapa masalah dalam keluarga kami, khususnya ketika perceraian orang tua. Aku sempat memutuskan untuk berhenti sekolah. Namun akhirnya Aku rindu juga terhadap dunia pendidikan. Suatu ketika ayah mendapatkan tawaran pekerjaan di sebuah yayasan pendidikan yang berlokasi di Jakarta. Sehingga akhirnya setelah berdiskusi aku memutuskan untuk kembali sekolah. Dan ternyata pilihan ini tidak salah. Sekarang Aku duduk di bangku kelas 6 SD Al-Kamal. Walaupun aku barumenginjak sekolah ini saat aku masuk pertengahan semester, namun aku masih bisa peringkat 10 besar di kelasku. Aku sangat bahagia karenamemiliki beberapa teman sekelas dan kakak kelas yang baik serta sayang padaku.Sebut saja kak Keisya, kak Juju, kak Yasmin, kak Ayu, kak Deasy, kak Dewi, kak Rara, kak Dian, kak Putri, kak Devi, kak Dina, dan masih banyak lagi.
Sekarang aku duduk di bangku kelas 1 SLTP Al – Kamal.Rasanya menjadi anak remaja adalah bagian terindah dari hidupku saat ini. Terlepas dari semua itu aku masih berusia 13 tahun. Namun Aku jugamempunyai hobby jalan-jalan ke Mall.Teman-temanku suka mengeluh jika sedang berpergiandenganku. Karena aku suka menghilang secara tiba-tiba. Mereka terkadang sibukmencari Aku kemana-mana, padahal sesungguhnya Aku suka sekali menujutempat bacaan di setiap Mall. Dari sekedar membaca komik sampai novel semua Aku suka. Makanya tak heran Aku bisa berjam-jam berdiri sambilmembaca buku di sebuah kios atau toko buku.
Buatku, pendidikan adalah segalanya. Dan segala sesuatu yang bisaaku baca untuk menambah pengetahuan otakku, selalu kulahap. Mulai daribuku pintar sampai kamus bahasa Indonesia. Akusuka sekali komik keluaran Jepang. Bahkan Aku bercita-cita untuk menjadipenulis komik. Di sela-sela waktuku, Aku selalu mengambar Manga atautokoh kartun Jepang. Entah sudah berapa banyak tokoh kartun imanijasikuterlukis di kertas fileku.
Tak lupa kukenalkan beberapa sahabat terbaikku yang selalu kukenangdan kusayangi. Mereka adalah Fahdha yang berbadan gemuk tetapi PD. Shifa si hitam manis yang aktif, Maya yang pemalu, Idha yang manis dan Andini yang jenius, dan Adhinda yang ceriwis dan manja.Kami adalah kelompok yang selalu bersama, susah atau senang. Duka atautangis. Apapun kami lakukan bersama. Banyak hal yang nyaris tidak pernahkami lakukan tanpa bersama. Karena kami adalah kelompok paling ngetopdan menghebohkan di sekolah kami. Tak kalah dari geng apapun. Karenakami punya motto ”We are populer girls..”
Tak terlupa satu sisi lain yang ingin kukatakan tentang  perjalanan cintaku.
Aku pun tak bisa terlepas dari jatuh cinta. Cinta yang mungkin orang lainbilang cinta monyet. Tapi buat Aku, cukup cinta yang indah. Untuk seseorangyang kusayang. Andi, dia adalah pangeran dalam hidupku. Anugerah Tuhanyang membuat Aku serasa seperti putri dalam dongeng.
Arti dunia kecil dalam hidupku.Terkadang ada rasa sedih, benci dan marah. Namun terlepas dari semua itu. Dunia itu terasa indah. Bukankah setiap orangterlahir untuk memiliki dunianya masing-masing. Mungkin istanaku terasaindah, namun ada sisi dimana Aku mulai merasa sedih. Karena Aku jugamanusia biasa.
Mungkin Aku pernah bangga karena terpilih menjadi siswa terladan
oleh Pemerintah dan Aku sempat juga mendapatkan pelukan dari IbuMegawati yang ketika itu menjabat menjadi Presiden. Namun Aku juga harusmenghadapi sebuah kenyataan orang tuaku bercerai. Bukankah dunia itu cukup adil untuk manusia. Kebahagian dan kesedihan selalu ada dalam dunia. Awalnya, aku selalu mengeluh kepada Tuhan dengan keadaan keluarga kami. Tapi akhirnya aku berpikir. Aku tidak layak mengeluh. Aku harus bisa menjalani semua ini dengan baik-baik saja.
 Suatu ketika aku merasa ada hal lain yang mulai datang pada hidupku. Kakakku Kiki pulangdengan keadaan sakit mata.Beberapa hari kemudian penyakit itu menghilang. Namun ketika Aku bangundi pagi hari. Aku mulai merasa mataku terasa perih, kulihat cermin dilemariku Mataku memerah. Aku tertular penyakit mata dari Kakak. Rasanya malu sekali untuk makan pagi bersama bila kakakku melihat wajahku ini.
Aku juga malu untuk bertemu Andi pacarku disekolah. Untungnya hari ini dia berhalangan hadir. Aku masihsempat mengikuti pelajaran olahraga bermain Volley. Dan ketika aku bermain volley.Aku terkejut hidungku mulai mengeluarkan darah segar. Dan Aku pun berlari menuju toilet untuk membersihkan serta meredahkan mimisan ini.Aku mulai merasa sulit bernafas karena lubang hidung sebelah kiriku tersumbat. Akhirnya pulang dari Sekolah, kami langsung menuju dokter. Kata dokter Adi.Dugaan sementara untuk penyakitku adalah Sinus, dengan minum obat secara teratur dalam lima hari mungkin akan sembuh. Namun mataku tidak kunjung sembuh, terus memerah dan terasa perih. Hidungku terus mengeluarkan darah dalam beberapa kali sehari. Ayah mulai khwatir dan lubang hidung sebelah kiriku terasa mati rasa.
Akhirnya,aku harus menuju rumah sakit untuk bertemu dengan seorang professor. Prof. Lukman.Setelah bertemu Prof. Lukman, iamulai melakukan tindakan awal. Bagian dari kepalaku akan dironsen dan ini adalah pengalaman pertama dalam hidupku menghadapi sebuah alat canggih dari kedokteran. Aku hanya terduduk terdiam ketika dokter mulai memeriksa mulut dan mataku melalui senter kecil. Dokter hanya berkata ringan sambil membuat resep obat bila tidak ada perubahaan saya akan buat surat pengantar ke Prof. Lukman di Rumah Sakit. Dugaan sementara untuk penyakitku adalah Sinus, dengan minum
obat secara teratur dalam lima hari mungkin akan sembuh. Namun Mataku tidak
kunjung memutih dan terus memerah. Mengeluarkan air mata dan terasa perih. Hidungku terus mengeluarkan darah dalam beberapa kali sehari. Ayah mulai khwatir dan lubang hidung sebelah kiriku terasa mati rasa.
Sesuai perintah Dr. Adi bila dalam lima hari tidak ada perkembangan, Aku harus menuju rumah sakit rujukan untuk bertemu dengan Prof. Lukman. Setelah bertemu Prof. Lukman mulai melakukan tindakan awal. Bagian dari kepalaku akan dironsen dan ini adalah pengalaman pertama dalam hidupku menghadapisebuah alat canggih dari kedokteran.
Setelah hasil ronsen itu keluar dalam bentuk copy scenen, dokter menyatakan bahwa aku
terinfeksi penyakit Rabdomiosarkoma  yang merupakan  kanker paling ganas dalam tingkatan kanker. Kanker ini masuk stadium 3 dan perkembangannya hanya lima hari. Dan ini adalah kasus pertama dalam dunia kedokteran karena biasanya kanker ini hanya menyerang anak di bawah usia 3 tahun atau usia lanjut.
Ayah hanya bisa menangis dan Profesor berusaha membuat Ayah tenang. Setelah kemudian keadaan mulai terkontrol. Profesor mulai menjelaskan prosedur yang harus dilakukan untuk menyembuhkan Aku serta melenyapkan kanker ini. Prof. Lukman mengambil copy scenen tengkorak wajahku kemudian mulai menjelaskan tindakan yang harus dilakukan diantaranya adalah mengangkat kanker ini melalui operasi. Dan operasi yang harus dilakukan adalah memotong tulang pipi, kemudian mata, dan setengah dari wajah pasien.  Ayah hanya bisa terdiam untuk beberapa saat. Sedangkan Aku mulai bosan menunggu hasil pembicaraan Ayah dengan Prof. Lukman. Untungnya ada salah satu suster yang tidak bertugas dan dia bersedia menemani Aku berbicara. Suster yang sangat ramah itu terlihat baik dan ramah padaku. Dan saat Aku mulai berbicara dengan suster. Ayah muncul dengan wajah terlihat murung. Aku tak mengerti apa yang terjadi. Namun saat itu juga Ayah berlutut mengikutin tinggi badanku. Dia memandangku dengan wajahnya kemudian ia mulai memelukku. Aku merasa malu saat itu ketika suster mulai tersenyum melihat tingkah ayahku yang tak biasa. Kemudian kami mulai kembali ke dalam mobil. Tidak ada canda apapun didalam mobil seperti biasanya. Ayah terlihat berbeda dari biasanya. Setelah tiba dirumah, Ayah menyuruhku untuk masuk ke kamar dan beristirahat. Kemudian Ayah juga masuk ke kamarnya untuk beristirahat. Aku hanya berpikir untuk tidur dan beristirahat agar cepat sembuh. Tidak ada yang bisa Aku lakukan, karena Aku pun merasa lelah terhadap perjalanan dan aktifitas hari ini.
Ayah merenung di kamarnya sambil menangis, entah sudah berapa banyak air mata yang ia habiskan. Ia berdoa pada Tuhan untuk memohon petunjuk terhadap pilihan yang harus ia lakukan padaku. Setelah merenung sekian lama Ayah membuat keputusan untuk memberitahukan Ibu, mereka jarang sekali berbicara dan untuk sekali ini akhirnya mereka bicara. Mendengar berita Aku terkena kanker, ibu panik dan segera menuju rumahku
malam itu juga. Keluarga kami terlihat berkumpul bersama tanpa Aku ketahui. Mereka
bicara lengkap dengan kedua kakakku membuat keputusan yang penting untuk masa depanku. Akhirnya Ayahdan keluarga kami memutuskan untuk mencoba pengobatan altenatif dan tradisional namun mereka juga mencoba untuk mencari informasi rumah sakit lain.
Menunggu waktu dimana kanker itu mulai berkembang, terjadi perubahan besar dalam wajahku. Aku mulai kehilangan rasa peka dan penciuman, wajahku semakin tak beraturan. Kanker itu mulai membesar seukuran bola tenis. Dan mata sebelah kiriku mulai tak bisa melihat. Kulit tipis yang berada di garis mataku mulai tertarik. Aku tak mengerti apa yang terjadi, namun Aku berusaha untuk tegar. Sahabatku di sekolah berusaha menerima keadaanku tanpa pernah mengeluh, mereka selalu ada disisiku. Itulah yang membuat Aku menjadi kuat dalam menjalankan aktifitasku. Aku bersekolah seperti biasa. Dan tanpa malu Aku masih bisa bercanda dengan sahabatku. Walau Aku hanya ada di kelas setiap jam istirahat. Hal yang membuatku sedikit takut adalah ketika menghadapi Andi,
kekasihku .Aku mencoba menghindar darinya. Mungkin dia tahu apa yang terjadi padaku, namun karena Aku tidak sanggup untuk bertemu dengannya, dia memaklumi. Dan akhirnya kami tidak bertemu untuk beberapa saat. Walau terkadang dia sering menatapku secara sembunyi.
Karena bosan dikelas. Aku pun memutuskan untuk pergi ke kantin. Ayah mengingatkan Aku untuk tidak makan secara sembarangan. Makanan telah disiapkan sejak dari rumah. Namun Aku tidak sanggup untuk hanya menikmati sebuah hidangan bubur tanpa sedikitpun rasa. Asisten ayah yang menjagaku selalu mengawasi setiap gerakku. Aku mengerti apa yang Ayah lakukan untuk kebaikanku.
suatu ketika seorang anak kecil melihat wajahku dan berkata pada ibunya, ”Ibu wajah kakak itu kenapa, kok seram sekali ya!?”Aku hanya terdiam dan mulai sadar .Aku merasa sedih dan hatiku terasa bagaikan teriris sebuah pisau tajam. Namun Aku berusaha tegar. Aku berlari menuju toilet. Disana Aku menangis dan Aku mengurung diriku. Aku sedih dengan apa yang terjadi! Aku sungguh merasa malu dengan semua ini. Setelah merasa tenang, kudekati sang Ibu lalu Aku mulai berusaha berbicara. Namun ibu itu bertanya kepadaku apakah aku terserang tumor. Kata-kata itu mulai menghiasi hatiku, dan Aku mulai mengingat akan penyakit ini, penyakit yang pernah diberikan dalam pelajaran biologi. Aku terserang tumor. Dan itu benar, Aku terserang tumor. Tumor adalah penyakit pembengkakkan pada wajah dan aku adalah salah satu dari orang yang terjangkit penyakit tersebut.
Hampir semua informasi keberadaan orang pintar atau pengobatan tradisional kutemui. Namun entah apa yang terjadi ketika Aku sampai ditempat itu, mereka hanya menyuruhku duduk kemudian kembali ke mobil dan kami pulang tanpa hasil. Seluruh pulau Jawa, Sumatra dan Bali telah kami lalui hanya untuk mencari pengobatan yang terbaik. Tidak ada hasil apapun dan wajahku mulai tak beraturan. Aku nyaris tidak bisa melihat secara normal. Bernafas pun Aku terasa sesak. Tidurpun tidak terasa nyaman. Rasa sakit yang menusuk dan emosi seolah meledak-ledak mengutuk semua ini.
Dua bulan berlalu sejak pencarian pengobatan tradisional yang kulalui. Tiba akhirnya di pencarian terakhir yang bisa kami lakukan. Sebuah informasi seorang Haji yang dapat melenyapkan segala penyakit kami datangin. Letaknya di sebuah Pesantren di Sukabumi. Pak Haji itu memandangku secara tersentak kaget lalu berkata, ”Astaga Pak, anak Bapak ini bukan kena tumor, tapi kanker. Saya tidak bisa kalau sudah sampai kanker. Harusnya Bapak bawa ke ahlinya..!” teriak Pak Haji itu.
Air mataku mengalir dan rasa sedih mendalam merasuki seluruh ragaku. Selama ini Aku bukanlah terserang tumor. Namun Kanker. Hal yang kutahu akan penyakit ini! Penyakit mematikan! Penyakit menakutkan! Banyak hal yang kutahu akan penyakit ini namun tak pernah kuduga Aku pun harus mengalami duka ini. Aku menangis terisak menutupi wajahku dengan jaket tanpa berkata apapun. Ayah pun seolah mengerti dan dia hanya diam sepanjang
perjalanan.
Setiba dirumah Aku mengurung diriku, bahkan tidak ada seorangpun yang boleh mengangguku. Aku menangis, marah, kecewa dan benci terhadap semua ini, rasanya Aku ingin mati. Aku ingin tidak ada didunia ini lagi. Tidak ada satu orang pun yang bisa membujukku untuk keluar dari kamarku. Melihat keadaanku yang tidak stabil dan tidak ingin makan obat atau pun yang bisa membuat Aku bertambah buruk. Ayah mengundang satu orang yang tak kuduga, bahkan nyaris terlupa olehku.Andi. Ia memberi semangat padaku. Kata-kata Andi meluluhkan hatiku. Aku tidak lagi menangis. Aku sadar hanya melakukan satu kebodohan yang membuat orang disekitarku merasa cemas. Tidak!! Aku harus kuat dan Aku harus bisa berjuang. Mereka semua menungguhku untuk kembali sehat. Aku adalah Keke yang kuat dan selalu berjuang dalam keadaan apapun. Sejak hari itu Aku mulai kembali menjadi diriku. Tidak ada lagi air mata yang harus kusimpan. Namun ku tanam untuk hari kebahagiaan.
Suatu hari, kabar Profesor yang sudah berpengalaman 20 tahun menghadapi kanker terdengar oleh Ayah. Dan Ayah pun berhasil menemukan Profesor yang bernama Prof.
Mukhlis.  Menyadari keadaanku yang tidak membaik. Akhirnya Ayah benar-benar membawaku padanya. Pak Mukhlis terlihat baik dan ramah. Beliau meminta izin padaku untuk mengambil fotoku, dan Aku tidak keberatan untuk itu. Setelah itu proses ulang dan melakukan pemeriksaan .
Pak Hata hanya terdiam sejenak dan kemudian mulai menyarankan Kemotrapi.
Kemotrapi sejenis pemberian obat obat tertentu yang bisa membunuh pertumbuhan kanker. Dan ini adalah obat keras.  Tahapnya sekitar 6 kali. Dan kemotrapi itu dilakukan dengan suntikan pada lengan tanganku. Ketika jarum itu menyentuh tubuhku. Aku tertidur dan dalam mimpiku Aku bertemu dengan seorang Malaikat yang bermain denganku. Malaikat itu
sungguh hangat dan membuatku nyaman. Kami bermain disebuah taman dan dia memberikan Aku sebuah bunga melati yang cantik. Dan setelah itu ia menghilang dan Aku terbangun. Kemotrapi pertama itu telah selesai dilakukan. Reaksi kemotrapi itu membuat sehelai rambutku mulai berguguran. Dan hingga akhirnya nyaris diseluruh tubuhku tidak terdapat bulu halus.  Selain itu, Aku juga merasakan rasa dingin yang luar biasa ketika obat
itu mulai bereaksi.  Aku menjalani enam kali kemotrapi dan hasilnya sungguh sulit
dipercaya. Bagian dari wajahku yang terserang kanker mulai mengecil. Dan setelah itu wajahku kembali menjadi normal. Aku bersuka cita atas apa yang terjadi.  Dengan pemeriksaan labotarium, kepastian akan penyakit itu lenyap sudah dapat dipastikan. Aku sungguh dinyatakan telah sembuh dan bebas dari kanker. Suka cita besar keluarga, sahabat dan saudaraku berbondong-bondong hadir dan mengucapkan selamat atas kesembuhanku. Lalu ayah mengadakan syukuran di rumahku.
Aku mulai kembali sekolah, mulai kembali untuk belajar. Mulai kembali untuk berkumpul bersama teman-temanku. Mulai kembali bersama bagian masa laluku yang telah hilang. Hal pertama yang kulakukan ketika Aku kembali ke bangku sekolahku. Kuletakkan tanganku dan kusentuh dengan jariku. Rasa meja coklat ini nyaris telah kulupakan.  Setelah 4 bulan berlalu, Kepalaku sering merasakan sakit sebelah kanan. Aku tidak berpikir itu adalah hal yang serius, dan hanya kudiamkan untuk sesaat dan berharap agar lekas sembuh. Namun hari demi hari sakit itu semakin menjadi parah. Mata sebelah kananku terasa sakit. Bahkan untuk melihatpun Aku mulai merasakan sakit. Aku mulai mengeluh pada ayah. Dan ayah mulai waspada, beliau takut sesuatu kembali terjadi padaku. Tanpa pikir panjang, Ayah segera membawaku ke Pak Mukhlis. Beliau mulai melakukan pemeriksaan melalui tahap yang sama. Ternyata, hasil scan menyatakan bahwa aku terserang penyakit kanker untuk yang kedua kalinya. Kanker itu tumbuh lagi dan berpindah ke bagian mata
Keke sebelah kanan. Hasil ronsen dari Prof. Hata telah menemukan segumpal sel kanker
berukuran kuku jari. Dan hal yang pertama harus aku lakukan adalah melakukan proses yang sama ketika dahulu, namun ada satu masalah dalam proses laser. Pihak rumah sakit menolak untuk memberikan sinar laser karena aku baru saja melakukan kurang lebih dari 5 bulan lalu, mereka takut terjadi sesuatu dalam tubuhku. Karena sesuai prosedur dan mengingat usiaku. Harus dilakukan setelah 6 bulan kedepan. Tapi Ayah tidak ingin mengulur waktu selama itu. Kanker ini akan bisa merusak bagian mataku dan akhirnya Aku menjadi buta. Dengan berbagai perjuangan untuk menyakinkan pihak rumah sakit.
Sesaat sebelum Aku mulai melakukan proses kemotrapi yang bisa berlangsung lebih dari 6 kali untuk membunuh sel kanker itu. Aku kedatangan seseorang nan jauh di kampung sana. Kakek dan Nenek. Sudah lama sejak lebaran tahun lalu kami tidak bertemu. Ayah merahasiakan kanker pertamaku dari mereka namun untuk kedua kalinya Ayah akhirnya bicara. Kakek dan Nenek masuk ke dalam ruanganku dan Nenek nyaris tidak percaya
dengan apa yang terjadi padaku.
Ketika jarum itu mulai menusuk bagian lengan kananku. Walah Aku dalam keadaan terbius. Namun bisa kurasakan dengan keras dingin yang luar biasa dan membuat tubuhku berguncang menahan rasa itu. Tanganku bergemetar. Tubuhku bergerak tak kuasa menahan rasa dingin itu. Rasa dingin itu terbawa hingga Aku tersadar kemudian. Hal pertama yang Aku lakukan ketika Aku tersadar adalah mengatakan rasa dingin itu. Aku seperti berada di dalam daerah kutub utara.
Ketika kemotrapi keempat mulai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Walau
kanker itu mulai mengecil. Namun tubuhku mulai menolak. Tidak ada tempat untuk jarum itu. Pak Hata mulai mewaspadai keadaan tersebut. Tubuhku mulai berontak terhadap zat-zat kimia yang disatukan dalam jarum suntik itu. Bila terus dipaksakan. Kanker itu akan menjadi kebal. Tidak ada pilihan lain. bila sisa dari kemotrapi itu tidak dilakukan. Kanker itu malah akan kembali membesar. Akhirnya, Prof Mukhlis  memasukkan seluruh obat kimia tersebuh melalui sebuah selang kecil. Kemudian selang kecil itu dimasukan kedalam tubuhku melalui lubang hidungku. Dan cairan itu dimasukan langsung kedalam jantung dan paru paruku. Aku menahan rasa sakit luar biasa . Aku bertahan hingga selang itu dikeluarkan dalam tubuhku. Namun, setelah 6 kali proses, ternyata Kanker itu tetap ada dalam tubuhku. Kanker itu
mulai anti terhadap zat kimia. Kanker itu memang mengecil. Namun kanker itu akan kembali membesar. Dan hal yang harus di lakukan selanjutnya adalah melakukan proses laser. Proses laser itu juga tidak sebentar. Nyaris di lakukan lebih dari 15 kali banyaknya. Namun tetap saja tidak berhasil. Kanker itu tetap ada. Dan Prof Mukhlis mulai putus asa untuk kanker itu. Dengan wajah sedih beliau mengaku menyerah.
Dalam keadaanku yang seperti ini rasanya  Aku tidak layak untuk mendapatkan cinta.
Sobat, cinta yang kumiliki harus kurelakan untuk kebaikan bersama. Aku sungguh egois bila terus mempertahankan cintaku.  Sedih rasanya bila Aku harus persimis untuk sembuh. Sedangkan di saat itu Andi selalu berharap aku untuk lekas sembuh dan menunggu hingga
batas waktu yang tak pernah ada kepastian. Hingga suatu keputusan kuambil untuk kebaikan bersama. Aku mengakhiri cinta pertamaku dengan Andi. Kuundang dia untuk datang ke rumahku. Entah apa yang harus Aku katakan padanya. Namun andi telah bersamaku dalam suka dan duka. Dia bahkan selalu ada ketika Aku mulai menjalani pengobatan. Dia yang memberikan Aku semangat untuk terus hidup dalam optimis dan bahagia. Sulit untuk mengatakan hal ini padanya. Namun dengan kebesaran hati Aku berkata padanya.. Setelah itu, Aku meminta istirahat. Andi keluar dari kamarku. Disaat itu air mataku tertumpah. Aku sungguh tak berdaya terhadap apa yang terjadi. Aku mengambil satu keputusan berat dalam hidupku. Namun itu kulakukan karena Aku tidak ingin diantara kami akan merasakan satu kehilangan besar nantinya.
Menjelang keberangkatan ke Siangapore. Ayah telah meminta izin kepada pihak sekolah agar Aku bisa cuti selama enam bulan lamanya. Pihak sekolah dengan baik memberikan kesempatan dan menunggu Aku kembali. Teman temanku juga mendapatkan berita ini. Mereka mendekat padaku untuk mendukung langkah apapun yang terbaik untukku.
Setelah sampai, Ayah mulai mengenalkanku dengan dokter spesialis kanker yang paling terkenal di Singapore. Setelah melakukan pemeriksaan, dokter itu menyarankan operasi. Namun operasi itu mengharuskan Aku untuk kehilangan sebagian dari ruas wajah kananku. Mata dan sebagia pelipis pipi dan hidungku. Ayah menyadari itu keputusan yang tidak perlu ia lakukan. Karena operasi ini sama saja dengan hal yang harus di lakukan di Jakarta. Akhirnya Ayah memutuskan untuk membawaku kembali ke Jakarta. Sebelum Aku kembali dari Jakarta, Ayah telah memberitahu teman temanku di Jakarta, mereka dengan antusias datang menyambutku di bandara. Sungguh hatiku sangat bergembira.  Banyak hal yang telah menanti untuk diceritakan.
Aku ingin kembali bersekolah walau dalam keadaan sakit seperti ini, pada awalnya Ayah sempat tidak mengizinkan karena kondisi fisikku sangat lemah, namun setelah Aku jelaskan bahwa Aku akan tetap baik-baik saja. Ayahpun luluh namun dengan pengawasan asister pribadi Ayah , Pak Erwin. Aku bisa bersekolah secara normal. Terkadang Aku merasa tidak kuat untuk memandang dan menulis. Namun Aku tidak akan pernah melewatkan satu detik pun pendidikan yang bisa Aku dapatkan selama Aku masih bisa. Aku ingin terus bisa mendapatkan apa yang Aku bisa selama Aku bisa hidup.  Semua sahabatku dikelas tidak pernah merasa terganggu oleh keadaanku. Mereka sungguh luar biasa. Setiap jam istirahat mereka selalu ada disampingku. Memberikan Aku semangat dan cerita cerita lucu. Itulah
mengapa Aku menyukai sekolah.
Sebentar lagi akan datang bulan suci Ramadhan. Semua telah mempersiapkan bulan tersebut dengan baik termasuk Aku. Ketika libur awal puasa, aku ingin pergi ke Bandung.
Pada awalnya Ayah sempat meragukan, terlebih Ayah tahu Aku ngotot untuk ikut berpuasa. Ia takut kondisi Aku akan menjadi lebih buruk. Namun setelah melakukan negoisasi akhirnya Aku mendapatkan izin dengan syarat ketika Aku tidak kuat untuk berpuasa, maka Aku harus batal. Dan Aku setuju. Setidaknya Aku akan berusaha untuk bertahan sebisa mungkin Aku bisa. Teman-temanku juga mulai mempersiapkan perjalanan ke Bandung. Mungkin ini untuk kesekian kali kami ke Bandung. Namun 3 tahun terakhir Aku tidak pernah ke Bandung.  Tiba harinya kami berkumpul untuk berangkat ke Bandung. Semua sahabatku berkumpul dirumahku, mereka memutuskan untuk menginap di rumah ku sambil berbuka dan sahur bersama. Tentunya genk kami lengkap. Semua sudah siap menikmati perjalanan ke Bandung.
dengan melewati alam gunung yang indah dan udara yang sejuk. Aku hanya terdiam memperhatikan keindahan alam luar biasa pada tanah airku. Puji syukur kupanjatkan pada Tuhan.
Perjalanan indah telah berakhir, kami kelelahan setelah sepanjang perjalanan. Tak henti hentinya senyuman kebahagian dan kebersamaan selalu ada di wajah kami dan setidaknya senyum itu terasa hangat dan menyentuk hatiku. Dan setidaknya Aku bersyukur untuk tetap ada disini sampai Aku bisa menghitung detik-detik. Aku mulai harus melangkah meninggalkan kota kenangan ini. andai Aku bisa kembali.. Aku ingin kembali Tuhan.. Sungguh Aku ingin kembali...
Hujan rintik terdengar ringan di telingaku, Aku terbangun. Baru saja Aku melewati hari Idul Fitri. Acara penuh dengan hikmah. Aku senang karena bisa melewatin puasa tahun ini dengan baik. Walau sedikit bolong. Setidaknya Aku telah berusaha melakukan yang terbaik. Walau kondisiku telah memburuk. Aku mulai merasakan kesakitan yang tidak bisa kujelaskan. Nafasku terasa berat. Setiap tarikan nafas yang mengambil udara dari paruparuku telah menusuk dan membuat Aku harus menahan dengan sekuat tenaga. Mungkin sebagian dari organ tubuhku telah rusak, dan dari apa yang Aku ketahui. Kanker itu telah bersarang di bagian paru-paru dan otakku. Ya Tuhan, Aku tidak berharap untuk berpikir hal tersebut dapat mengakhiri hidupku, Aku hanya mencoba hidup bersama kanker tersebut dengan kuat. Dan Aku berharap setidaknya Aku bisa hidup secara normal walau dari hari ke hari Aku mulai melemah dan tidak sehat.
Aku mengambil sebuah catatan yang kupinjam dari sahabat kelasku, sebentar lagi ujian tengah semester akan bergulir. Aku harus belajar agar bisa ikut dalam ujian tersebut. Tanganku memang masih kuat untuk menulis namun tidak kuat untuk waktu yang lama. Satu-satunya jalan yang Aku ambil adalah meminjam catatan dari sahabatku kemudian meng-fotocopy salinan tersebut untuk kubawa ke rumah. Dalam kondisi seperti ini Aku tidak ingin melewatkan waktu sekolah sedikitpun. Walau terkadang Aku terganggu dengan keadaan namun Aku berusaha untuk terus bertahan. Dan bila Aku sudah tidak sanggup. Aku izin untuk pulang beristirahat.Karena sering absen sakit. Beberapa mata pelajaran telah tertinggal. Sehingga Aku harus extra dalam memperhatikan setiap bab demi bab pelajaran yang kutinggalkan. Untungnya Aku memiliki sahabat yang selalu ada untukku, mereka selalu datang padaku. Mereka selalu mengajarkan Aku beberapa hal yang tak kupahami. Dan Aku telah siap untuk menuju bangku ujian dengan tekad Aku bisa mendapatkan dan meraih yang terbaik.
Dua hari menjelang ujian. Tubuhku mulai lemas. Sepertinya kanker itu mulai berkembang dan ingin membuat Aku terdiam di kamarku. Namun Aku mencoba melawan semuanya dengan kuat. Tetes demi tetes darah yang mengalir dari hidungku terus kutahan dan rasa perih di setiap detik tarikan nafasku terus kuhadapin tanpa mengeluh.
Hari ujian berjalan di mulai hari ini. Aku mendapatkan kursi diantara barisan terdepan. Melihat kondisiku yang tidak kunjung membaik. Ayah sempat melarangku untuk ikut. Namun kupastikan sekali lagi Aku masih kuat untuk ikut dalam ujian. Kondisi
lambung Ayah memburuk ketika itu. Sehingga ia tidak bisa mengantarkan Aku dalam ujian, sebagai gantinya asisten Ayah yang menemani Aku dalam menghadapin ujian. Mungkin Aku satu satunya murid yang didampingin oleh asistenku ketika menghadapi ujian. Menjelang bel ujian pertama Ayah menelepon Aku untuk memberikan dukungan. Karena kondisi fisik Ayah yang jatuh dan lambungnya yang tidak sehat sehingga ia harus melakukan cek kesehatan di rumah sakit.
Ujian pertama berjalan dengan baik dan tidak ada masalah dengan keadaanku. Namun ketika menuju ujian kedua keadaanku mulai menurun. Bahkan Aku tidak sanggup mengoreskan pensil untuk menghitamin lubang jawaban di kertas. Aku memperhatikan sekelilingku semua sedang sibuk dengan ujian. Dan Aku terdiam sejenak. Beristirahat menahan rasa sakit kepalaku, hingga tak kusadari tetesan darah mulai mengalir dari hidungku. Aku berusaha menahannya dengan tisue. Namun tetesan darah itu terlalu banyak sehingga asisten Ayah yang melihat keadaanku. Langsung berlari menujuku dan membawaku ke toilet sehingga membuat semua orang terlihat kaget. Hari ini tidak seperti hari sebelumnya. Darah itu terus mengalir. Mungkin terjadi tekanan kuat dalam otakkku sehingga darah yang keluar sebagai impitasi dari tekanan tersebut.Setelah darah itu terhenti sekitar 15 menit .Aku meminta Pak Erwin untuk mengantarkan Aku kembali ke ruangan. Bahkan Aku sudah tidak sanggup untuk berjalan. Pak Erwin merangkulku hingga menuju kursi dimana telah kutinggalkan. Setelah ujian tersebut selesai. Semua sahabat yang mendengarkan kejadian tadi berlari menujuku. Mereka sedih dan menangis disampingku. Mereka berharap Aku tidak apa-apa. Aku hanya bisa tersenyum kepada sahabatku..
Hari demi hari berlalu, Aku mulai selalu lelah dan tak kuat untuk berjalan. Hingga suatu malam darah yang keluar dari hidungku tak tertahankan. Tubuhku terasa dingin dan meronta ronta kesakitan. Kepalaku seperti tertekan oleh sebuah 70 penjepit jemuran beribu-ribu rasanya. Aku mulai panik dan sesak nafas. Ayah terlihat histeris melihat keadaanku. Seluruh keluargaku mulai terlihat panik disampingku. Selepas keadaan menjadi tenang. Dan Aku mulai terkendali, rasa sakit itu mulai meredah.. Ayah mengambil keputusan membawaku ke rumah sakit terdeket. RS Ciptomangunkusumo. Nafasku sulit untuk terkendali.  Setelah sampai,  kami memasuki rumah sakit. Ayah mengendong tubuhku yang mulai lemas. Dokter membuat keputusan Aku harus dirawat di rumah sakit. Ayah menuruti perintah tersebut. Dan beberapa pemeriksaan dilakukan dalam tubuhku. Dan Aku hanya bisa memandangin setiap detik detik dimana suster menyiapkan sebuah alat yang dipasangkan dalam tubuhku. Aku mengeluh sakit kepalaku. Dan bila itu terjadi dokter memberikan Aku suntikan peredah rasa sakit dan semua mulai membaik dan Aku hanya tertidur. Sudah satu minggu lamanya Aku menginap dirumah sakit dan semua berjalan dengan cepat. Ada satu proses dimana Aku tidak mengerti telah terjadi dalam kepalaku. Mungkin satu hal itu hanya bisa dijelaskan oleh Ayah.
Namun setelah proses yang bernama operasi tersebut. Rasa sakit tekanan pada kepalaku mulai merendah tidak seperti pertama ketika Aku datang. Ketika saat keadaan Aku mengeluh sakit kepala. Ayah berkonsultasi dengan dokter. Dan dari hasil pemeriksaan tersebut telah terjadi pembesaran kanker pada otak sebelah kananku sehingga harus dilakukan sebuah operasi kecil untuk menghambat tekanan sehingga tidak terjadi sakit kepala yang kurasakan setiap saat. Dan operasi tersebut boleh dikatakan sebagai pembedahan diluar penyakit kankerku. Bertujuan hanya untuk mengurangi rasa sakit kepalaku namun tidak menghapus kanker itu dari kepalaku
Suatu hari, ada sebuah berita besar yang membuat Aku sedikit tidak percaya. Ketika kepala sekolahku memanggil Ayah untuk ke sekolah karena ingin memberitahukan sebuah prestasiku di sekolah. Ayah sempat meminta izin padaku untuk bertemu dengan kepala sekolah namun ia merahasiakan isi dari pertemuan tersebut karena Ayah sendiri tidak terlalu yakin dengan apa yang terjadi. Setelah berbincang beberapa menit, Ayah hanya terdiam kemudian terharu menangis. Ia seolah tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Semua nilai ujian yang Aku selesaikan mendapatkan nilai A. Dan tangisan itu seolah bahagia karena Aku membuktikan Aku masih sanggup dalam ujian walaupun kondisiku memburuk. Berita baik itu akhirnya sampai pada telingaku. Aku mengucap syukur kepada Tuhan setidaknya usahaku untuk terus belajar dan menjadi yang terbaik dapat terkabulkan. Aku hanya tersenyum dan berharap ini adalah nyata. Dan Aku tidak sedang bermimpi. Semua ini terjadi dengan nyata. kuperhatikan setiap nilai yang kudapat, rasa haru dan bahagia menghiasi setiap ruang hatiku. Ucapan selamat berdatangan dari semua orang yang kusayangin. Dan salah satu orang yang mengucapkan kata-kata selamat itu adalah Ibu.
Hari demi hari, detik demi detik yang berlalu. Membuatku Aku berpikir akan suatu saat kelak. Bila Aku sungguh tidak ada dan bergerak. Apa yang akan terjadi dengan dunia. Mungkin terkadang Aku takut untuk melihat hal tersebut. Namun Aku telah siap. Mungkin waktuku telah mulai berhitung untuk mundur. Setiap kenangan yang ada dihatiku mulai muncul entah itu masa masa ketika Aku kecil, hingga masa masa dimana Aku pernah bahagia
muncul dalam mimpiku.
Pada hari itu, keadaan tidak seperti biasanya. Dokter mulai bergegas memasukin ruanganku dengan beberapa perlengkapan kedokteran. Aku mulai tak dapat bernafas dengan baik. Suaraku bahkan tak terdengar dengan baik. Tekanan kepalaku tidak seperti biasanya. Mungkin kanker itu telah menutupi kesadaranku secara perlahan. Aku melihat dengan sayup dan tak jelas Ayah terus memanggil namaku diikutin oleh tangis orang orang
disekitarku. Kanker dalam tubuhku menyebar keseluruh organ tubuhku. Mulai dari kepalaku yang terus tertekan, hidungku yang mulai kehilangan kepekaan. Paru-paruku yang terus mengeras dan terasa sulit bernafas. Aku pun mulai tak kuat untuk melihat. Kanker itu merusak pemandangan yang bisa Aku lihat dari mataku.
Dan dokter menyuntikan sesuatu dalam tubuhku hingga nyaris membuatku meronta-ronta kesakitan namun Aku tidak dapat beteriak. Aku hanya menangis. Suaraku menghilang. Dan kupadangi Ayah dengan mataku. Ingin Aku berkata. Rasa sakit suntikan tersebut.. Namun akhirnya obat tersebut bereaksi dan mataku memejam dan Aku mulai terbawa dalam suatu mimpi yang pernah terjadi dalam hidupku.
Dokter mengatakan kepada Ayah. Mungkin hidupku akan berakhir dalam beberapa hari lagi. Namun Ayah terus memohon dokter menyelamatkan Aku. Hingga dokter berpikir satu hal menghubungin sebuah rumah sakit di Amerika. Terdengar kabar rumah sakit itu pernah menanganinkasus yang sama denganku. Berapapun biaya yang akan dikeluarkan Ayah tidak peduli dan ia ingin Aku terus bertahan. Namun usaha terakhir Ayah untuk berharap pada rumah sakit di Amerika tersebut sia-sia. Kanker di tubuhku telah ada pada tahap akhir dalam hidupku. Mereka tidak ingin mengambil resiko dengan kondisiku yang sudah penuh dengan penyebaran kanker. Ayah hanya menangis dan frustasi dengan keadaan tersebut. Dia mulai mempersiapkan segalanya. Termasuk apapun permintaan terakhir yang hendak Aku katakan. Namun Aku tidak pernah terbangun sejak pemberian obat tersebut.
Di dalam mimpi, Aku berjalan dalam suatu tempat dimana yang Aku selalu ingat.
Tempat dimana Aku selalu merasa bahagia. Sebuah kota penuh dengan arsitektur khas dengan sebuah menara tinggi menghiasi kota tersebut menara Effiel. Aku berada di sebuah negara Eropa bernama Prancis tepatnya di Paris. Entah mengapa Aku berada di sini. Namun tempat ini pernah Aku lalui sebelumnya. Entah apa yang Aku lakukan di kota Paris. Namun hal ini pernah terjadi dalam hidupku. Aku memperhatikan sebuah rumah yang indah. Rumah yang bercirikhas Prancis. Rumah tersebut dihiasin dengan bunga melati di pagarnya. Dan berwarna putih dan bersih. Aku sempat berpikir rumah siapa yang indah dan berdiri ditengah tengah kota. Kupandangi setiap ruas rumah tersebut. Ingin rasanya Aku masuk ke dalam rumah tersebut. Namun pintu pagar yang tingginya mencapai 10 meter menghalanginku untuk masuk, dan Aku hanya berdiri memperhatikan rumah tersebut dari luar.
Setelah beberapa saat seseorang keluar dari rumah tersebut. Orang
tersebut juga tidak asing untukku. Wanita itu berpakaian serba putih dengan sekeranjang bunga melati yang ia petik dari tamannya. Dia tersenyum kepadaku. Dan Aku membalas senyum itu dengan penuh semangat. Dan dia mulai mendekatiku dan membuka pintu pagar rumahnya.
Dan dengan lembutnya orang tersebut menyerahkan keranjang berisi
melati padaku. Bunga tersebut masih terlihat segar dan Aku mulai mengambil
dari keranjang yang ia bawa.
Malaikat itu hanya tersenyum dan  menyuruhku kembali lalu ia mengantarkanku hingga ke gerbang istananya. Aku berlari menuju rumahku dan terus berlari hingga untaian melati yang kupegang erat terjatuh satu persatu. Aku melihat satu titik cahaya dimana Aku merasa cahaya itu semakin dekat ketika Aku berlari. Dan Aku pun mengikutin cahaya itu hingga akhirnya Aku terbangun dari mimpiku.
Tiga hari lamanya Aku mengalami koma tanpa pernah bangun. Dan ketika Aku terbangun dalam mimpiku. Perlahan kubukakan mataku. Seluruh keluargaku ada disampingku. Ayah. Ibu. Kedua kakakku. Dan pamanku serta teman-temanku telah ada disampingku. Aku senang mereka tidak marah padaku karena Aku pergi tanpa pamitan.  Aku ingin  mengatakan beberapa hal namun suaraku mulai hilang dari mulutku. Aku kesulitan untuk berkata-kata. Aku hanya menangis ketika melihat mereka ada disampingku. Ayah mencoba mendekatkan telinganya padaku namun sia-sia. Tidak ada suara yang bisa kusampaikan. Dan pamanku mendapatkan ide untuk mengambil sebuah kertas dan pena. Kemudian membiarkan Aku menulis. Dan mungkin banyak hal yang ingin Aku tulis namun tanganku mulai tak kuat bergerak. Aku hanya ingin melihat keluargaku bahagia dan rukun. Aku ingin ketika Aku pergi keluarganya bisa ikhlas dan menerima semua ini. 15 tahun lamanya Keke hidup dalam sebuah kebahagian dalam dunia ini. walau sebuah tulisan yang mampun kasampaikan hanya.. ”Rukun.. Dan bahagialah ketika Keke pergi..!”
Namun tulisan tersebut setidaknya menjadi harapan terakhirku. Ibu maafkan Aku bila selama ini banyak salah terhadap di kau. Ayah terima kasih telah merawat Keke tanpa pernah menyerah. Kedua kakakku yang selalu ada ketika Aku butuhkan. Dan untuk sahabat.. Kenangan ketika Aku bersama kalian tidak akan pernah sirna dalam hidupku. Walau mungkin Aku tidak mempunyai nafas untuk menghirup dunia. Namun Aku mempunyai nafas
untuk mengingat kalian selamanya. Setelah apa yang ingin kusampaikan telah tercapai. Seluruh keluargaku mulai mengikhlaskan Aku untuk pergi. Air mata menjadi tanda terakhir ketika Aku mulai kembali mengantuk. Aku merasa lelah. Aku ingin memejamkan mataku kembali. Namun Aku melupakan satu hal yang kubawa dari malaikat yang memberikan Aku hadiah untuk orang yang kusayangi. Bunga melati yang kubawa. Tertinggal. Kakak yang cantik berada disana menungguku, bolehkan Aku memintaku untuk memberikan harum bunga Melati kepada setiap orang yang kutinggalkan. Biarkan harum tersebut menghapus duka dalam hati mereka. biarkan harum tersebut membawaku padamu. Karena Aku telah siap untuk bersamamu di istanamu. Dan biarkan harum tersebut mengakhiri duka sedih
ini menjadi kebahagian. Biarkan harum tersebut menjadi pertanda Aku telah
pergi dari dunia ini.. bolehkah!!.
Dan sebuah wangi melati muncul disaksikan oleh beberapa orang yang
berada di detik detik terakhir nafas Keke. Wangi tersebut terjadi sekitar lima
menit lamanya. Mengakhiri perjuangan dan ketegaran seorang Keke di dunia
ini. Membuat kita berkaca akan sebuah kehidupan tidak ada yang abadi dan
hanya sementara. Namun kehidupan yan ditinggalkan Keke mengajarkan kita
akan suatu ketabahan dan kekuatan bahwa hidup akan selalu ada untuk setiap
orang dan selalu akan ada akhir.

Tamat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Domo-kun Confused